SISTEM RESPIRASI I
DOSEN : LA ODE
ASFILAYLI.A,S.Kep.,Ns.
MAKALAH
JURNAL PENELITIAN
KARSINOMA NASOFARING
OLEH
NAMA : INDAH RESTIKA BN
NIM : NH0111159
PROGRAM STUDI
ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI
KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANIDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan penyusunan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “CARSINOMA
NASOFARING”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian
carsinoma nasofaring,penyebab carcinoma nasofaring,penanganannya,serta
manifestasi klinisnya.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Makassar,3 november 2012
Indah Restika BN
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………………...
Abstrak………………………………………………………………………………...Bab
I Pendahuluan……………………………………………………………………………
1.1Latar belakang………………………..……………………………………
1.2Rumusan masalah…………………...……………………….……………..
1.3Tujuan…..……………………………..……………………………………
1.4Metode……………….……………………..………………………….…………...1.5Hasil…………….……….…………………………………………………………..Bab
II Pembahasan……………………………………………………………………………
2.1Pengertian karsinoma
nasofaring………………………………………….
2.2epidemologo dan etiologi
karsinoma nasofaring……………………………
2.3tanda dan gejala…………………………………………………………….
2.4pemeriksaan
penunjang……………………………………………………
2.5penatalaksanaan
medis…………………………………………………….
2.6karakteristik subjek
penelitian……………………………………………..
2.7ekspresi LMP-1 pada karsinoma
nasofaring………………………………
2.8ekspresi P53 pada karsinoma
nasofaring………………………………….
2.9
korelasi
antara ekspresi lmp-1 ebv dengan ekspresi p53 pada karsinoma nasofaring
Bab III penutup…………,,,,,…………………………………………………………………..
3.1kesimpulan……….…………………………………………………………
3.2saran……………………………………………………………………….
ABSTRAK
Latar
belakang: karsinoma
nasofaring adalah keganasan pada sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring.
Terdapat tiga jenis klasifikasi histopatologis KNF menurut WHO: WHO 1
(karsinoma sel skuamosa berkeratin), WHO 2 (karsinoma sel skuamosa non
keratin), dan WHO 3 (karsinoma tidak berdiferensiasi). WHO 3 menujukkan respon
yang paling baik terhadap kemoradiasi, namun belum menjelaskan tentang stadiumnya. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan adanya hubungan antara klasifikasi histopatologis dengan respon
kemoradiasi berdasarkan gambaran CT-scan pasien karsinoma nasofaring, pada
setiap stadium klinik.
Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian cross sectional.
Subjek penelitian adalah catatan medik pasien yang terdiagnosa secara klinik
dan histopatiologis menderita karsinoma nasofaring, dan telah mendapatkan
kemoradiasi di RS. Kariadi,Semarang pada 1 Januari 2007 sampai 31 Desember
2009. Uji hipotesis yang digunakan ialah uji komparatif Chi-square (X2) dan Fisher’s
Exact.
Hasil: Terdapat 55 pasien karsinoma
nasofaring yang telah mendapatkan terapi kemoradiasi. Pada stadium II dan III,
100% pasien WHO 3 dan 50% pasien WHO 2 menunjukan respon positif (respon
parsial dan respon komplit). Hasil dari uji dengan Fisher’s Exact pada stadium II dan III, p=0.014. Pada stadium IV, 61.5% pasien WHO 2 dan 61.1% WHO 3
menunjukan respon positif. Hasil tes Chi
square pada stadium IV, p=0.981.
Kesimpulan: Terdapat hubungan
bermakna antara klasifikasi histopatologis dengan respon terhadap kemoradiasi
berdasarkan gambaran CT scan pada pasien dengan karsinoma nasofaring pada
stadium II dan III. Tidak terdapat hubungan bermakna antara klasifikasi
histopatologis dengan respon terhadap kemoradiasi berdasarkan gambaran CT scan
pada pasien dengan karsinoma nasofaring pada stadium IV.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan
tumor yang unik karena etiologi dan distribusi endemiknya.Faktor etnik dan
daerah juga mempengaruhi risiko penyakit.1 Insiden KNF yang berbeda secara
geografis dan etnik juga berhubungan dengan virus Epstein-Barr.Secara global, diperkirakan
terdapat 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang disebabkan oleh penyakit
ini pada tahun 2000.Insiden kanker ini cukup jarang di beberapa negara, yakni
hanya 0,6% dari semua keganasan.Insiden KNF di Amerika 1-2 kasus per 100.000
laki-laki dan 0,4 kasus per 100.000 perempuan. Namun tumor ini sangat banyak
ditemukan di negara lain dan pada kelompok etnik tertentu, seperti di Cina,
Asia Tenggara, Afrika Utara dan daerah Arctic.Insiden KNF tertinggi di dunia
dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian Selatan khususnya suku Kanton di
propinsi Guang Dong dan daerah Guangxi dengan angka mencapai lebih dari 50 per
100.000 penduduk pertahun.Indonesia termasuk salah satu Negara dengan prevalensi
penderita KNF yang termasuk tinggi di luar Cina.Data registrasi kanker di
Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan bahwa KNF menempati
urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki – laki dan urutan ke 8
pada perempuan .Dari keseluruhan KNF tersebut, proporsi KNF subtype nonkeratinizing
carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma (WHO-3) adalah sama
banyak, yaitu masing-masing 37,8%. Karsinoma nasofaring lebih sering pada
laki-laki dibanding perempuan.Kanker ini dapat mengenai semua umur dengan
insiden meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak pada umur 40-60
tahun.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka di perlukan suatu penelitian tentang gambaran
karakteristik penderita karsinoma nasofaring untuk dapat menjawab pertanyaan
penelitian bagaimanakah gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring?
1.3 TUJUAN
1.3.1Tujuan
umum
Untuk
mengetahui gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring
1.3.2Tujuan
khusus
1.Untuk mengetahui distribusi umur pada penderita karsinoma nasofaring .
2.Untuk mengetahui distribusi jenis kelamin pada penderita karsinoma nasofaring .
3.Untuk mengetahui distribusi
sukubangsa pada penderita karsinoma nasofaring .
4.Untuk mengetahui distribusi stadium pada penderita karsinoma nasofaring .
5.Untuk mengetahui distribusi
keluhan utama pada penderita karsinoma nasofaring .
6.Untuk mengetahui distribusi tipe histopatalogis pada penderita karsinoma nasofaring
1.4
METODE
Dikumpulkan data sekunder hasil
penelitian sebelumnya (Hubungan Ekspresi Latent Membrane Protein-1 Virus
Epstein-Barr dengan Subtipe Karsinoma Nasofaring), yaitu berupa identitas
penderita dan ekspresi LMP-1. Data untuk penelitian tersebut merupakan data sekunder
pasien KNF Januari 2007 – Juni 2010 dari laboratorium PA FK. Unand, RSUP. Dr
M.Djamil Padang dan RSUD. Achmad Muchtar Bukittinggi. Selanjutnya dari blok
parafin yang sama dengan penelitian sebelumnya tersebut, dipotong lagi dan
dilakukan pulasan imunohistokimia untuk menilai ekspresi p53.Deparafinisasi
dilakukan dengan xylol dan rehidrasi dengan alkohol. Pulasan imunohistokimia
menggunakan teknik baku streptavidin-biotin dengan antibodi monoklonal p53
(Dako). Ekspresi p53 positif terlihat sebagai granula coklat pada inti sel.
Kemudian dihitung jumlah sel tumor yang ekspresinya positif pada 500 sel tumor
yang dibagi dalam 5 LPB (400x) Korelasi antara ekspresi LMP-1 dengan ekspresi
p53 diuji dengan menggunakan uji Korelasi Pearson. Nilai p <0,05 dianggap
bermakna secara statistik.
1.5
HASIL
Sampel terdiri dari 55 catatan medik
pasien karsinoma nasofaring yang memenuhi kriteria pada penelitian ini, diambil
secara consecutive sampling.Berdasarkan jenis kelamin, jumlah pasien
yang terbanyak ialah perempuan 30 orang (54.5 %). Berdasarkan umur, jumlah
pasien yang terbanyak ialah kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 18 orang (32.7 %).
Pasien termuda dengan umur 14 tahun,dan pasien tertua dengan umur 65 tahun.
Dalam penelitian ini, tidak ditemukan pasien stadium I yang datang untuk
mendapatkan pengobatan, sebagian besar dating pada stadium lanjut. Jumlah
pasien yang terbanyak datang pada stadium IV, yaitu 31 orang (56.4%). Menurut
klasifikasi histopatologis, pasien terbanyak didiagnosisdengan WHO tipe 3 (undifferenciated
carcinoma), yaitu 30 orang (45.5%), dan tidak ditemukan adanya pasien
dengan WHO tipe 1 (keratinizing squamous cell carcinoma).Sampel dalam
penelitian ini terbagi menjadi dua berdasarkan stadium kliniknya. Berdasar
stadium klinik, terdapat 24 (44%) pasien yang datang pada stadium II dan III,
serta 31 pasien (56%) pada stadium IV.
Respon
kemoradiasi berdasarkan gambaran CT-Scan pasien karsinoma nasofaring, disajikan
dalam 2 kategori, yaitu:
1.
Respon positif, yang mewakili: respon komplit (complete response) dan
respon parsial (partial response)
2.
Tidak berespon, yang mewakili: tidak ada perubahan (no change) dan
progresif buruk (progressive disease)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN
Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah epithelial selapis nasofaring
dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal146)
2.2 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan
tumor yang unik karena etiologi dan distribusi endemiknya.Faktor etnik dan
daerah juga mempengaruhi risiko penyakit. Insiden KNF yang berbeda secara
geografis dan etnik juga berhubungan dengan virus Epstein-Barr.3 Secara
gobal,diperkirakan terdapat 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang
disebabkan oleh penyakit ini pada tahun 2000. Insiden kanker ini cukup jarang
di beberapa negara, yakni hanya 0,6% dari semua keganasan. Insiden KNF di
Amerika 1-2 kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per 100.000 perempuan.
Namun tumor ini sangat banyak ditemukan di negara lain dan pada kelompok etnik
tertentu, seperti di Cina, Asia Tenggara, Afrika Utara dan daerah
Arctic.Insiden KNF tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina
bagian Selatan,khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dan daerah Guangxi
dengan angka mencapai lebih dari 50 per 100.000 penduduk pertahun.Indonesia
termasuk salah satu Negara dengan prevalensi penderita KNF yang termasuk tinggi
di luar Cina.8 Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan bahwa KNF
menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki – laki dan
urutan ke 8 pada perempuan . Dari keseluruhan KNF tersebut, proporsi KNF
subtype nonkeratinizing carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated
carcinoma (WHO-3) adalah sama banyak, yaitu masing-masing 37,8%.10 Karsinoma
nasofaring lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan.3-5 Kanker ini dapat
mengenai semua umur dengan insidens meningkatsetelah usia 30 tahun dan mencapai
puncak pada umur 40-60 tahun.3 Kasus KNF juga pernah dilaporkan terjadi pada
anak-anak dibawah usia 15 tahun.Sayang sekali tumor ganas ini tidak mempunyai
gejala yang spesifik, bahkan seringkali tanpa gejala,sehingga hal ini
menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Bahkan pada lebih dari
70% kasus gejala pertama berupa limfadenopati servikal,yang merupakan
metastasis KNF.Berdasarkan klasifikasi histologi WHO tahun 1978, KNF dibagi
menjadi tiga subtipe yaitu; squamous cell carcinoma (WHO-1), nonkeratinizing
carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma (WHO-3).3 Undifferentiated
carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe histologi yang utama di daerah endemik,
sementara WHO-1 jarang (<5%).Terdapat tiga faktor etiologi utama yang
berhubungan dengan KNF yaitu infeksi EBV, kerentanan genetic dan faktor lingkungan.2,3,7
Di daerah endemik, infeksi EBV terutama berkaitan dengan KNF subtipe WHO-2 dan
WHO-3, sedangkan untuk subtipe WHO-1 masih menjadi perdebatan.Virus
Epstein-Barr yang ditransmisikan melalui saliva yang terinfeksi ke tempat
pertama infeksinya, yaitu sel-sel epitel orofaring akan memasuki sel, bersifat
menetap (persisten),tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (long life). Hal
ini membuat sel yang terinfeksi menjadi immortal melalui induksi transformasi
pertumbuhan yang permanen.Infeksi EBV yang laten dan persisten tersebut pada
KNF menunjukkan pola laten tipe II yang ditandai dengan ekspresi EBV nuclear
antigen (EBNA) -1,latent membrane protein (LMP) -1, 2 dan EBVencoded
RNA (EBER).3,15 LMP-1 merupakan gen laten EBV yang pertama ditemukan yang
dapat mentransformasi galur sel dan merubah fenotip sel karena potensial
onkogeniknya.15 LMP-1 merupakan onkogen virus yang mirip reseptor permukaan sel
yang dapat mencegah sel yang terinfeksi EBV dari apoptosis dengan menginduksi
protein anti-apoptotik seperti BCL-2, A20 dan MCL-1. LMP-1 juga terlibat dalam
jalur pensinyalan yang mengatur proliferasi sel dan apoptosis yaitu memicu
progresifitas dan proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi
apoptosis.Gen p53 merupakan salah satu dari gen supresor tumor. Gen ini
mendeteksi kerusakan DNA,membantu perbaikan DNA melalui penghentian fase G1
dari siklus sel dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami
kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh p53 untuk mengalami apoptosis.
Apabila terjadi kehilangan p53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat
diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi pada sel yang membelah sehingga sel akan
mengalami transformasi keganasan.Gen p53 merupakan gen yang sering mengalami
mutasi pada tumor manusia. Hampir lebih dari 50% tumor pada manusia mengandung
mutasi gen ini.7,16 Fungsi gen p53 dapat diinaktivasi oleh berbagai mekanisme,
diantaranya oleh beberapa virus DNA tertentu. Salah satu virus DNA tersebut
mungkin EBV. Virus Epstein-Barr dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan
fungsi protektifnya.Penelitian imunohistokimia memperlihatkan bahwa infeksi EBV
pada KNF berhubungan dengan akumulasi protein p53, bukan dengan protein BCL-2. Namun
penelitian lain menyimpulkan bahwa EBV merupakan faktor etiologi yang penting
yang mungkin melibatkan over ekspresi p53 dan BCL-2.Perkembangan KNF melibatkan
hilangnya gen supresor tumor. Namun mekanisme inhibisi supresor tumor ini, unik
pada KNF. Pada kebanyakan kanker kepala dan leher, kadar p53 yang rendah disebabkan
oleh mutasi. Namun, p53 pada KNF tidak mengikuti pola klasik ini.17 Tidak
adanya mutasi p53 pada KNF memberi kesan bahwa suatu protein virus dapat
mengganggu fungsi p53.Dari suatu penelitian didapatkan bahwa sel-sel KNF
mempunyai kadar p53 yang meningkat, dengan kadar LMP-1 yang tinggi berkorelasi
dengan ekspresi p53 yang lebih tinggi.Mutasi p53 relatif jarang pada KNF,
sehingga mayoritas p53 yang diekspresikan adalah wild type.Wild type p53
ini gagal menginduksi apoptosis pada KNF.17 Pemeriksaan ekspresi LMP-1 dan p53
bisa dilakukan secara imunohistokimia (IHK) dari jaringan tumor KNF.Pada
penelitian ini ingin dibuktikan korelasi antara ekspresi Latent Membrane
Protein -1 virus Epstein-Barr dengan ekspresi p53 pada karsinoma nasofaring.
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan,lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460).
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan,lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460).
Selain itu faktor
geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa
penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua
pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty&Nurbaiti,2001hal146).
2.3 TANDA DAN GEJALA
2.3 TANDA DAN GEJALA
Berkait dengan hal tersebut, maka gejala yang timbul pada
karsinoma nasofaring cukup kompleks dan digolongkan dalam 4 kelompok yaitu:
1.Gejala nasofaring
Gejala
nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung. Hal ini perlu pemeriksaan
cermat seperti nasofaringoskop.
2.Gejala telinga
Letak
nasofaring yaitu dekat dengan muaratuba eustakius, sehingga ganggua yang timbul
dapat berupa tinitus, rasa tidak enak ditelinga bahkan kadang-kadang timbul
nyeri pada telinga (otolgia).
3.Gejala mata
Nasofaring
berhubungan dan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang.
Penjalaran dari karsinoma melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak iii,
iv dan vi. Gejala yang nampak dari gangguan tersebut adalah diplopia dan
neuralgia trigeminal.
4.Gejala saraf
Proses
karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ix, x, xi dan xii. Penderita
akan mengalami kesulitan dalam mrngunyah.
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.Nasofaringoskopi
b.Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain10%.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virusE-B.
e.Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty&Nurbaiti,2001).
2.5 PENATALAKSANAAN MEDIS
a.Radioterapi.merupakan’pengobatan,utama.
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin.dan.antivirus.Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer.
2.6
KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
Pada penelitian ini didapatkan kelompok
usia terbanyak penderita KNF adalah pada usia 51-60 tahun. Usia insiden KNF
yang terbanyak pada penelitian ini sesuai dengan yang didapatkan dari kepustakaan
bahwa umumnya insiden KNF mencapai puncaknya pada umur 40-60 tahun.Pola distribusi
usia KNF bervariasi pada berbagai daerah yang berbeda di dunia. Hirayama
melaporkan bahwa insiden pada kedua jenis kelamin dimulai setelah usia 20-24
tahun dan stabil antara umur 45-54 tahun. Commoun et al. melaporkan usia
puncak yang lebih muda di Tunisia yang merupakan daerah dengan insiden KNF
menengah, yaitu 10-19 tahun disamping usia puncak 50-59 tahun. Frekuensi KNF
yang relative tinggi ini diantara populasi muda merupakan gambaran khas di area
dengan insiden menengah,yaitu Uganda, Kenya, Sudan dan Tunisia. Hirayama juga
melaporkan bahwa bahwa usia puncak pada remaja jarang terjadi pada suku Cina di
Amerika.Balakrishnan et al. juga mengamati suatu distribusi usia bimodal
dengan puncak pada kelompok umur 15-24 tahun dan 45-54 tahun pada penduduk
India.Terdapat 3 kasus KNF pada anak berusia dibawah 15 tahun (satu orang
berumur 11 tahun dengan subtipe WHO-3, dua orang berumur 13 tahun,yaitu satu
orang dengan subtipe WHO-1 dan yang lain WHO-3). Penelitian KNF pada anak
dibawah usia 15 tahun (suatu tinjauan retrospektif dari 65 kasus) yang
dilakukan oleh Sahraoui et al., 1999, di Casablanca, didapatkan
frekuensi subtipe WHO-3 sebanyak 81%.11 Peneliti lain juga pernah menemukan
penderita KNF termuda yang berumur 4 tahun.Insiden KNF pada anak-anak mempunyai
variasi yang luas tergantung pada faktor ras dan geografis.Laki-laki merupakan
penderita KNF terbanyak pada penelitian ini, dengan ratio laki-laki dan
perempuan adalah 1,72:1. Hasil yang didapatkan ini tidak jauh berbeda dengan
yang didapatkan dari kepustakaan bahwa KNF lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan.3,6 Lebih banyaknya penderitaKNF pada laki-laki dibanding perempuan
mungkin ada kaitannya dengan kebiasaan merokok pada laki-laki. Peneliti
terdahulu mendapatkan bahwa orang yang merokok selama sepuluh tahun atau lebih
mempunyai risiko yang tinggi terhadap KNF.19 Lin et al. (dikutip dari19)
menemukan bahwa merokok dan bekerja pada tempat berventilasi jelek sangat kuat
kaitannya dengan KNF. Pada penelitian ini didapatkan KNF subtype WHO-2
merupakan subtipe yang terbanyak. Di daerah endemik Cina, mayoritas KNF adalah
subtipe WHO-2 dan WHO-3. Sebaliknya, di daerah non endemic seperti Amerika,
WHO-1 merupakan subtipe yang terbanyak.12 Infeksi Epstein-Barr Virus berkaitan
erat dengan subtipe WHO-3 dan sebagian dengan subtype WHO-2, namun tidak dengan
subtipe WHO-1.13 Jadi kemungkinan besar infeksi EBV juga merupakan faktor
risiko KNF pada penelitian ini.
2.7
EKSPRESI LMP-1 PADA KARSINOMA NASOFARING
Pada penelitian ini, secara
imunohistokimia umumnya didapatkan ekspresi LMP-1 positif, yaitu pada 91,8%
kasus. Hasil ini dapat menggambarkan bahwa infeksi EBV memang merupakan faktor
risiko terbesar pada kasus KNF ini, sama seperti daerah endemik lainnya. Dari
kepustakaan didapatkan bahwa LMP-1 sering terdeteksi pada biopsi KNF tetapi
dengan variasi yang luas diantara masing-masing tumor. Berdasarkan laporan yang
terbanyak dari berbagai belahan dunia, kira-kira 50%-60% biopsy KNF, LMP-1
dapat divisualisasikan pada mayoritas sel-sel tumor dengan menggunakan teknik imunohistokimia.
LMP-1 yang diekspresikan sangat bervariasi pada spesimen KNF diduga tidak hanya
berperan dalam onkogenesis, tetapi juga dalam memelihara sifat laten virus.
2.8
EKSPRESI P53 PADA KARSINOMA NASOFARING
Pada penelitian ini, secara
imunohistokimia umumnya didapatkan ekspresi p53 positif, yaitu pada 97,9%
kasus. Demikian juga dengan Sheu et al.,21 mendeteksi 95% protein p53 pada inti
sel tumor. Hasil yang hampir sama juga didapatkan oleh Suharto dkk,22 yaitu
ekspresi p53 positif pada 89,8% kasus KNF. Penelitian yang dilakukan oleh
Taweevisit,23 di Bangkok pada 60 kasus KNF subtipe WHO-3, mendapatkan hasil
adanya overekspresi protein p53pada 73% kasus. Hal ini menunjukkan bahwa
protein p53 berkaitan erat dengan tumorigenesis KNF. Sebagian besar KNF
menunjukkan overekspresi p53 dan mayoritas p53 ini merupakan wild type p53
(normal) yang mungkin merupakan respon terhadap infeksi EBV. Terekspresinya p53 secara berlebihan pada KNF tidak disebabkan oleh protein p53 jenis mutan.
Beberapa laporan menunjukkan mutasi jarang terjadi pada KNF.
2.9
KORELASI ANTARA EKSPRESI LMP-1 EBV DENGAN EKSPRESI P53 PADA KARSINOMA
NASOFARING
Analisis imunohistokimia spesimen KNF
pada penelitian ini memperlihatkan korelasi positif antara ekspresi LMP-1 dan
ekspresi p53. Hasil penelitian yang didapatkan oleh Shaoi et al.,25
mengindikasikanbahwa akumulasi p53 pada KNF secara signifikan berkorelasi
dengan overekspresi LMP-1. Penelitian ini mendapatkan hasil yang sama dengan
teori dari literatur yang ada, yaitu sel – sel KNF mempunyai kadar p53 yang
meningkat, tingginya kadar LMP-1 berkorelasi dengan semakin tingginya ekspresi
p53.17 LMP-1 menghambat pengaruh penekanan wild type p53 sehingga
terjadi pertumbuhan dan progresi tumor. LMP-1 juga mampu mengalahkan hambatan
pertumbuhan yang dirangsang oleh wild type p53. Disamping itu, LMP-1 dapat
bekerjasama dengan p53 mutan untuk menimbulkan pertumbuhan sel-sel KNF.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Karsinoma Nasofaring merupakan
tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung
(nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian
selatan.Terdapat tiga faktor etiologi utama yang berhubungan dengan KNF yaitu infeksi
EBV, kerentanan genetik dan faktor lingkungan. Umumnya (91,8%)
KNF mengekspresikan LMP-1 EBV. Umumnya (97,9%) KNF mengekspresikan p53.
Terdapat korelasi positif antara ekspresi LMP-1 dengan ekspresi p53, walaupun
korelasi ini lemah.
3.2 SARAN
Saya menyarankan untuk
memberikan perhatian lebih dan penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai
penyakit Karsinoma Nasofaring, dengan adanya penelitian yang lebih mendalam
diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih bagi masyarakat agar kedepannya
masyarakat dapat lebih waspada sehingga
Karsinoma Nasofaring dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
Adams,
George. TumorTumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adams,George. Buku Ajar
telinga Hidung Tenggorok BOIES, edisi 6.Jakarta:EGC;1997. p.429-445
Asroel,
Harry. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring.Medan:Bagian
THT-KL Universitas Sumatera Utara (Updated: 2 Juni 2008).Diakses dari:
Andirius,
Chung Tanjungpura. Refrat Kepala dan Leher. Pontianak:SMF THT Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soedarso Fakultas Kedokteran Universitas.(Updated:05 Oktober 2009).
Diakses dari: http://www.scribd.com
Anonim.
Perbedaan Terapi Radiasi dan Kemoradiasi Terhadap Kesembuhan Kanker Nasofaring.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2009. Diakses dari: http://fk.uns.ac.id
Close,
Lanny Garth. Clinical Radiation Biology and Radiotherapy. Dalam:
Van De Water,Thomas R. Otolaryngology, Basic
Science and Clinical Review.New York:
Thieme Medical Publishers, Inc;2006. 158-162
Hayati.
Gambarang Karsinoma Nasofaring yang Dirawat Inap di RSUP Dr.Kariadi periode 1
Januari 2001 – 31 Desember 2002. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro ; 2003.
Katoleksono,
Sukonto. Tomografi Komputer. Dalam: Rasad, Sjahriar.Radiologi Diagnostik, edisi
ke 2. Jakarta: Departemen Radiologi Universitas Indonesia; 2005.p573-590
Lo,
Simon. Nasopharynx, Squamous Cell Carsinoma (online). 2009
(Updated:Februari2009). Diakses dari: http://www.emedicine.com/radio/topic551.htm
Rao,
Yashoda. General Principles radiation Therapy for Head and Neck Malignancy.
Dalam: McQuarrie, Donald. Head and Neck Cancer – Clinical Decision and
Management Principles. Chicago: Year Book Medical Publishers,
inc;1986.p.111-131
Roezin,
Averdi. Karsinoma Nasofaring. Dalam : Soepardi, Efiaty Arsyad.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher.Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.p.182-198
Roosadi,
Kristiawan Abri. Kanker Nasofaring (Kanker no 1 di bidang THT).2009. Updated:7
Mei 2009. Diakses dari:http://thtkl.wordpress.com/2009/05/07/kanker-nasofaring-kanker-no-1-dibidang-tht
Rusdiana.
Hubungan Antibodi Anti Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada
Pasien Etnis Batak di Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2006
WHO.
Handbook For Reporting Results For Cancer Treatment. Geneva: World Health
Organisation. ; 1979
Tidak ada komentar:
Posting Komentar